YOGYAKARTA - Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X
membeberkan isi sabda raja yang dikeluarkannya beberapa waktu lalu serta dawuh (perintah)
dari leluhurnya. Menurutnya, yang disampaikannya adalah sabda raja dan dawuh yang asli.
"Saya akan menyampaikan dua hal (sabda raja dan dawuh)
yang bagi saya menjadi polemik. Biar pun bener tapi ra (tidak) bener, karena yang diotak atik
lima hal yang belum tentu benar. Saya sampaikan sabda raja dan dawuh yang asli, tidak fotokopi," kata
Sultan, sore tadi.
Sabda
raja
"Gusti
Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto paringono siro kabeh adiningsun, sederek dalem,
sentono dalem lan abdi dalem nompo welinge dawuh Gusti Allah, Gusti Agung,
Kuoso Cipto lan romo ningsun eyang-eyang ingsun, poro leluhur Mataram wiwit
waktu iki ingsun nompo dawuh kanugrahan dawuh Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso
Cipto asmo kelenggahan ingsun Ngarso Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri
Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati
ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo.
Sabdo
Rojo iki perlu dimangerteni diugemi lan ditindakake yo mengkono sabdo
ingsun."
(Artinya)
"Tuhan
Allah, Tuhan Agung, Maha Pencipta, ketahuilah para adik-adik, saudara, keluarga
di Keraton dan abdi dalem, saya menerima perintah dari Allah, ayah saya, nenek
moyang saya dan para leluhur Mataram, mulai saat ini saya bernama Sampean Dalem
Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya
ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing
Toto Panotogomo.
Sabda
Raja ini perlu dimengerti, dihayati dan dilaksanakan seperti itu sabda
saya."
Sebelumnya gelar Raja Keraton Yogyakarta adalah Ngarsa Dalem
Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana
Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang
Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sementara isi duwuh leluhur
Sultan Hamengku Buwono X menyangkut pengangkatan GKR Pembayun menjadi GKR
Mangkubumi.
Duwuh
leluhur
"Siro
adi ingsun, sekseono ingsun Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku
Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo,
Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo Kadawuhan netepake
Putri Ingsun Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tak tetepake Gusti Kanjeng Ratu
Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Mangertenono yo
mengkono dawuh ingsun."
(Artinya)
"Saudara
semua, saksikanlah saya Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku
Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo,
Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo mendapat perintah
untuk menetapkan Putri saya Gusti Kanjeng Ratu Pembayun menjadi Gusti Kanjeng
Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Mengertilah,
begitulah perintah saya."
Setelah membeberkan sabda raja dan duwuh,
Sultan HB X menegaskan, tidak ada pengangkatan GKR Mangkubumi dari yang
sebelumnya GKR Pembayun, menjadi putri mahkota. "Saya hanya didawuhi untuk
menetapkan nama, selanjutnya itu bukan lagi wewenang saya," pungkasnya.
Komentar saya
terhadap isi dari Sabda Sultan HB X adalah :
“Menurut saya isi dari Sabda Sultan HB X ini menimbulkan banyak
pro dan kontra. Dilihat dari maksud Sabda Sultan HB X yaitu “Mengubah perjanjian antara pendiri Mataram
Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan bahwa penerus tahta mahkota kerajaan
hanya bisa di teruskan anak laki-laki. Artinya jika sultan atau Raja pemegang tahta tidak
memiliki anak laki-laki untuk meneruskan tahtanya, akan tetapi memiliki anak
perempuan, maka Sang Raja boleh dan dapat mengangkat anak perempuan tersebut
untuk meneruskan tahta kerjaan sebagai seorang Ratu.” Jika dilihat dari
segi positifnya, seorang wanita memang lebih teliti, tekun, dan bersungguh –
sungguh dalam melaksanakan semua pekerjaan yang telah ditugaskan kepadanya. Tidak
jarang hasil pekerjaan dari seorang wanita mendapatkan hasil yang bagus dan
memuaskan. Sehingga bisa jadi jika Yogyakarta dipimpin oleh seorang Ratu bisa
membawa perekonomian masyarakat menjadi lebih baik, menjadikan kehidupan
masyarakat Yogyakarta menjadi lebih makmur dan sejahrtera, serta menjadikan
kota Yogyakarta menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
Namun jika dilihat dari pandangan Agama Islam, sebenarnya
seorang wanita memang diharamkan atau dilarang untuk menjadi seorang pemimpin,
atau memimpin seorang laki – laki.
Sebagaimana firman Allah SWT yaitu “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi
kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)
atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka.” SQ. An-Nisaa’: 34.
Hukum dalam ayat ini
bersifat umum dan menyeluruh yaitu bahwa kepemimpinan itu bagi orang laki-laki,
baik dalam keluarganya, lebih utama lagi dalam kepemimpinan umum. Hal itu
dikuatkan dengan alasan yang disebutkan dalam ayat tersebut, yaitu keunggulan akal
dan pandangan dan selainnya yang menjadi faktor penunjang kepemimpinan.
Serta dalam hadist Rasullullah SAW
yaitu Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu
dia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendengar bahwa
penduduk Persia mengangkat puteri Kisra sebagai rajanya, beliau bersabda, “Tidak
adakan beruntung kaum yang perkaranya dipimpin oleh seorang wanita.” (HR.
Bukhari).
Tidak diragukan lagi
bahwa hadits ini menunjukkan diharamkannya seorang wanita menduduki jabatan
kepemimpinan tertinggi, juga sebagai kepala daerah. Karena itu semua merupakan
sifat umum. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menafikan keberuntungan
dan kemenangan bagi siapa yang mengangkatnya sebagai pemimpin.
Juga, karena
kemaslahatan yang dapat ditangkap dengan akal menunjukkan bahwa kaum wanita
tidak layak mendudukan jabatan publik tertinggi. Karena yang diminta dari orang
yang dipilih sebagai pemimpin adalah memiliki kelebihan dalam kesempurnaan
akal, tekad, kecerdikan, kemauan kuat, pandai memenej. Sifat-sifat ini
bertentangan dengan karakteristik seorang wanita yang akalnya kurang, lemah
pikiran, emosinya kuat. Maka jika dia dipilih untuk posisi tersebut tidak
sesuai dengan tuntutan memberi nasehat bagi kaum muslimin, atau tuntutan meraih
kemuliaan dan kemenangan.
Namun terlepas dari semua pro dan
kontra yang terjadi, semua ini akan kembali lagi kepada pribadi kita masing –
masing, yaitu tentang bagaimana cara kita dalam menyikapi isi serta maksud dari
Sabda Raja Sultan HB X ini.
0 komentar:
Posting Komentar