15 Juni 2015

I.B.D - Isi sabda Sri Sultan Hamengku Buwono ke X


YOGYAKARTA - Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X membeberkan isi sabda raja yang dikeluarkannya beberapa waktu lalu serta dawuh (perintah) dari leluhurnya. Menurutnya, yang disampaikannya adalah sabda raja dan dawuh yang asli.

"Saya akan menyampaikan dua hal (sabda raja dan dawuh) yang bagi saya menjadi polemik. Biar pun bener tapi ra (tidak) bener, karena yang diotak atik lima hal yang belum tentu benar. Saya sampaikan sabda raja dan dawuh yang asli, tidak fotokopi," kata Sultan, sore tadi.
 
Isi sabda Sri Sultan Hamenku Buwono ke X
Isi Sabda Sultan HB X
Sabda raja
"Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto paringono siro kabeh adiningsun, sederek dalem, sentono dalem lan abdi dalem nompo welinge dawuh Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto lan romo ningsun eyang-eyang ingsun, poro leluhur Mataram wiwit waktu iki ingsun nompo dawuh kanugrahan dawuh Gusti Allah, Gusti Agung, Kuoso Cipto asmo kelenggahan ingsun Ngarso Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo.
Sabdo Rojo iki perlu dimangerteni diugemi lan ditindakake yo mengkono sabdo ingsun."
(Artinya)
"Tuhan Allah, Tuhan Agung, Maha Pencipta, ketahuilah para adik-adik, saudara, keluarga di Keraton dan abdi dalem, saya menerima perintah dari Allah, ayah saya, nenek moyang saya dan para leluhur Mataram, mulai saat ini saya bernama Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo.
Sabda Raja ini perlu dimengerti, dihayati dan dilaksanakan seperti itu sabda saya."
Sebelumnya gelar Raja Keraton Yogyakarta adalah Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sementara isi duwuh leluhur Sultan Hamengku Buwono X menyangkut pengangkatan GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi.
Duwuh leluhur
"Siro adi ingsun, sekseono ingsun Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo Kadawuhan netepake Putri Ingsun Gusti Kanjeng Ratu Pembayun tak tetepake Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Mangertenono yo mengkono dawuh ingsun."
(Artinya)
"Saudara semua, saksikanlah saya Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo mendapat perintah untuk menetapkan Putri saya Gusti Kanjeng Ratu Pembayun menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Mengertilah, begitulah perintah saya."
Setelah membeberkan sabda raja dan duwuh, Sultan HB X menegaskan, tidak ada pengangkatan GKR Mangkubumi dari yang sebelumnya GKR Pembayun, menjadi putri mahkota. "Saya hanya didawuhi untuk menetapkan nama, selanjutnya itu bukan lagi wewenang saya," pungkasnya.



Komentar saya terhadap isi dari Sabda Sultan HB X adalah :

“Menurut saya isi dari Sabda Sultan HB X ini menimbulkan banyak pro dan kontra. Dilihat dari maksud Sabda Sultan HB X yaitu “Mengubah perjanjian antara pendiri Mataram Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan bahwa penerus tahta mahkota kerajaan hanya bisa di teruskan anak laki-laki. Artinya jika  sultan atau Raja pemegang tahta tidak memiliki anak laki-laki untuk meneruskan tahtanya, akan tetapi memiliki anak perempuan, maka Sang Raja boleh dan dapat mengangkat anak perempuan tersebut untuk meneruskan tahta kerjaan sebagai seorang Ratu.” Jika dilihat dari segi positifnya, seorang wanita memang lebih teliti, tekun, dan bersungguh – sungguh dalam melaksanakan semua pekerjaan yang telah ditugaskan kepadanya. Tidak jarang hasil pekerjaan dari seorang wanita mendapatkan hasil yang bagus dan memuaskan. Sehingga bisa jadi jika Yogyakarta dipimpin oleh seorang Ratu bisa membawa perekonomian masyarakat menjadi lebih baik, menjadikan kehidupan masyarakat Yogyakarta menjadi lebih makmur dan sejahrtera, serta menjadikan kota Yogyakarta menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya.
Namun jika dilihat dari pandangan Agama Islam, sebenarnya seorang wanita memang diharamkan atau dilarang untuk menjadi seorang pemimpin, atau memimpin seorang laki – laki.

Sebagaimana firman Allah SWT yaitu “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” SQ. An-Nisaa’: 34.

Hukum dalam ayat ini bersifat umum dan menyeluruh yaitu bahwa kepemimpinan itu bagi orang laki-laki, baik dalam keluarganya, lebih utama lagi dalam kepemimpinan umum. Hal itu dikuatkan dengan alasan yang disebutkan dalam ayat tersebut, yaitu keunggulan akal dan pandangan dan selainnya yang menjadi faktor penunjang kepemimpinan.

Serta dalam hadist Rasullullah SAW yaitu Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendengar bahwa penduduk Persia mengangkat puteri Kisra sebagai rajanya, beliau bersabda, “Tidak adakan beruntung kaum yang perkaranya dipimpin oleh seorang wanita.” (HR. Bukhari).

Tidak diragukan lagi bahwa hadits ini menunjukkan diharamkannya seorang wanita menduduki jabatan kepemimpinan tertinggi, juga sebagai kepala daerah. Karena itu semua merupakan sifat umum. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menafikan keberuntungan dan kemenangan bagi siapa yang mengangkatnya sebagai pemimpin.

Juga, karena kemaslahatan yang dapat ditangkap dengan akal menunjukkan bahwa kaum wanita tidak layak mendudukan jabatan publik tertinggi. Karena yang diminta dari orang yang dipilih sebagai pemimpin adalah memiliki kelebihan dalam kesempurnaan akal, tekad, kecerdikan, kemauan kuat, pandai memenej. Sifat-sifat ini bertentangan dengan karakteristik seorang wanita yang akalnya kurang, lemah pikiran, emosinya kuat. Maka jika dia dipilih untuk posisi tersebut tidak sesuai dengan tuntutan memberi nasehat bagi kaum muslimin, atau tuntutan meraih kemuliaan dan kemenangan.

Namun terlepas dari semua pro dan kontra yang terjadi, semua ini akan kembali lagi kepada pribadi kita masing – masing, yaitu tentang bagaimana cara kita dalam menyikapi isi serta maksud dari Sabda Raja Sultan HB X ini.


0 komentar:

Posting Komentar

 

My university

Blogroll